Ayah Kartini, R.M. Ario Sosroningrat, yang merupakan bupati Jepara pada saat itu menyekolahkan Kartini ke Europese Lagere School (ELS) hingga usia 12 tahun. Karena budaya dan tradisi Jawa pada saat itu, Kartini terpaksa tidak melanjutkan sekolah dan menjalani pingitan.
Cita-cita memajukan perempuan Indonesia Selama
dalam pingitan, Kartini tetap bermimpi bisa meneruskan pendidikannya. Dia mulai
aktif menyurati teman-temannya yang berada di Belanda. Melalui kegiatan
tersebut, Kartini menunjukkan ketertarikan dengan kehidupan dan cara berpikir
perempuan di Eropa. Selain surat, ketertarikan Kartini juga datang dari
kegemarannya membaca surat kabar, majalah, dan buku. Melansir dari laman
resmi Museum Kartini, teman surat-menyurat Kartini adalah Estelle “Stella”
Zeehandellar, Nyonya Hilda, dan Rosa Abendanon. Melalui suratnya, Kartini
menceritakan bagaimana perempuan Jawa tidak bisa bersekolah karena tuntutan
tradisi.
Kartini bermimpi agar perempuan pribumi dapat
mengenyam pendidikan setinggi mungkin tanpa terbatas dengan tradisi.
Tradisi inilah yang membuat Kartini batal mendapatkan beasiswa ke Belanda.
Beasiswa tersebut akhirnya dialihkan kepada K.H. Agus Salim, seorang pemuda
cerdas asal Bukittinggi. Pernikahan dan sekolah perempuan pertama Seperti
halnya gadis-gadis ningrat Jawa, Kartini dinikahkan dengan laki-laki pilihan
keluarga. Saat menikah Kartini berusia 24 tahun. Bersumber dari LPMP Kemendikbud
Riau, Kartini menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo
Adhiningrat, pada 12 November 1903. Sang suami memiliki pemikiran yang
sudah maju dan mengijinkan Kartini untuk mendirikan sekolah perempuan.
Sekolah tersebut berlokasi di dekat kantor Pemerintahan Kabupaten Rembang yang
saat ini bernama Gedung Pramuka.
Kartini meninggal di usia yang cukup muda yaitu
25 tahun. Ia meninggal karena kondisi fisiknya memburuk setelah melahirkan
putra pertamanya, Soesalit Djojoadhiningrat. Kartini melahirkan putranya
pada 13 September 1904. Empat hari setelah melahirkan atau pada tanggal 17
September 1904, Kartini meninggal dunia dan dimakamkan di Desa Bulu, Kabupaten
Rembang.
Mendirikan Sekolah Wanita
Pada 12 November 1903, Kartini menikah dengan Bupati
Rembang kala itu, Raden Adipati Joyodiningrat. Suaminya mendukung dan
memberikan kebebasan padanya, sehingga ia mampu mendirikan sekolah wanita di
kompleks kantor Kabupaten Rembang.
Sekolah ini terus dikembangkan hingga pada 1912,
Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini resmi didirikan di Semarang. Menyusul
setelahnya sekolah wanita di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, hingga
Cirebon.
Kartini dan suaminya, kemudian dianugerahi seorang anak
yang lahir pada tanggal 13 September 1904, yang diberi nama Soesalit
Djojoadhiningrat. Malang, empat hari setelah kelahiran buah hatinya, Kartini
meninggal dunia. Kala itu usia 25 tahun.
Perjuangannya dalam mengangkat derajat Perempuan
Indonesia kemudian mendapat dukungan dari rekan dekatnya, Mr. J.H. Abendanon,
yang mengumpulkan surat-surat dari Kartini dan kemudian menjadikannya sebuah
buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Sepenggal kisah tentang biografi
Kartini tersebut
semoga bisa berguna menambah pengetahuan Anda, tentang perjuangannya yang sudah
dirintis sejak usia belia untuk memajukan Perempuan Indonesia. Selamat Hari Kartini tahun 2021, dan
selamat merayakan emansipasi perempuan di Indonesia!
Buku Habis Gelap Terbitlah
Terang
Cita-cita luhur R.A. Kartini membuat Mr. J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda, terinspirasi. Setelah wafatnya Kartini, J.H. Abendanon mulai mengumpulkan surat-surat yang dikirimkan Kartini ke Belanda. Kumpulan surat-surat tersebut kemudian dibukukan dengan judul "Door Duisternis tot Licht" atau jika diterjemahkan artinya "Habis Gelap Terbitlah Terang". Melansir laman Museum Kartini, buku kumpulan surat Kartini tersebut pertama kali terbit pada tahun 1911 dalam Bahasa Belanda. Pada tahun 1922, terbitlah buku terjemahan dari "Habis Gelap Terbitlah Terang" dalam Bahasa Melayu. Karena jasanya, Presiden Soekarno menetapkan R.A. Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Selain gelar pahlawan, Presiden Soekarno juga menetapkan hari lahir R.A. Kartini, 21 April, sebagai Hari Kartini. Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964, pada 2 Mei 1964.
Belum ada tanggapan untuk "Biografi Singkat R.A Kartini"
Post a Comment